Sabtu, 09 Januari 2010

“Diet Sinetron” Yuk...

Masih ingatkah dengan ”Azizah” (SCTV), ”Intan”(RCTI), atau sekarang yang terbaru ” Hafidza”(SCTV) dan  ”Bayu Cinta Luna”(SCTV)? Atau dengan ”Cinta Bunga”(SCTV), ”Cinta Fitri”(SCTV)? Bahkan akan segera tayang adalah ”Cinta Fitri Season 5”. Ya, itulah sederetan judul sinetron yang menjamur di televisi dan ternyata semakin menggemuk saja jumlah tayangan sinetron yang ada di televisi saat ini.

Adanya sinetron bermula dari para pembuat film di era 1990-an yang mulai memproduksi film di televisi. Awalnya mereka banyak memproduksi film-film yang bertemakan mistis, laga, dan erotis yang ditayangkan di bioskop.

Film-film tersebut awalnya mengandung plot cerita yang kuat dan bagus. Akan tetapilama kelamaan film-film tersebut hanya sekedar menjual unsur seksualitas (terutama film-film erotis) dan semakin lama semakim tidak bermutu. Nah disinilah para pembuat film tersebut beralih berkarya dengan memproduksi film melalui televisi. Disinilah sinetron mulai dibuat. Sinetron adalah akronim dari sinema elektronik. Berisikan sandiwara bersambung yang ditayangkan melalui media elektronik, yaitu televisi.

Sinetron yang populer pertama adalah ”Si Doel Anak Sekolahan” yang diproduksi dan dibintangi oleh Rano Karno. Si Doel Anak Sekolahan sangat populer pada masa itu karena selain plot ceritanya yang bagus, pesan dari sinetron tersebut juga baik dan mengena. Dari situ bisa memetik teladan dari seorang Doel yang anak sekolahan, berbakti kepada orang tuanya, spiritualitasnya pun dinilai baik. Selain itu ada juga serial ”Keluarga Cemara”. Serial televisi yang sarat pesan moral didalamnya.

Setelah itu, semakin lama sinetron semakin populer hingga masyarakat semakin tertarik untuk menyimak sinetron-sinetron selanjutnya yang akan disuguhka  oleh televisi. Namun kepopuleran sinetron lama kelamaan malah semakin mebuat pemroduksinya lupa diri, tidak lagi menonjolkan kekuatan cerita sebagai daya tarik hasil karyanya yang berkualitas, akan tetapi pembuat sinetron sekarang cenderung hanya mencari keuntungan dengan membuat sinetron yang menurut saya semakin tidak memenuhi standar kualitas tayangan yang baik dan mendidik.

Kita coba cermati kebanyakan sinetron yang muncul di televisi sekarang. Dari segi karakter tokohnya, memperlihatkan karakter-karakter yang berlebihan. Misalnya karakter seorang gadis yang digambarkan sangat menderita lantaran memiliki saudara yang bersifat jahat. Adegan kekerasan yang dilakukan oleh si tokoh antagonis dengan cara misalnya menampar lawan mainnya (tokoh protagonis).

Kemudian setting tempat yang dilakukan adalah bercermin pada kemewahan-kemewahan. Rumah mewah, mobil mewah, padahal mayoritas masyarakat kita (terutama penikmat sinetron) adalah masyarakat dengan skala ekonomi menengah ke bawah. Hal itu hanya akan menggiurkan masyarakat tersebut untuk berandai-andai memiliki apa yang disuguhkan oleh sinetron. Selain itu adalah alur cerita yang berbelit-belit, tema yang monoton dan panjang episodenya. Tentunya sangat diuntungkan bagi produser sinetron jika sinetron tersebut semakin lama tayang apalagi jika memiliki rating tinggi. Profit yang didapatkan akan semakin besar.

Semua ini seolah-olah mengulang kejadian lama dari dunia perfilman itu sendiri. Insan perfilman seolah sudah tak ada ide memproduksi tayangan-tayangan berkualitas yang mendidik masyarakatnya, ataukah hanya profit yang dikejar sehingga tanggung jawab terhadap publiknya dilepasnya begitu saja.

Akankah masyarakat kita akan terus menerus disuguhi dengan tayangan-tayangan yang memang tidak ada unsur yang mendidik apalagi mencerdaskan di dalamnya? Sudah saatnya masyarakat kita diajak untuk melakukan perampingan-perampingan melakukan aktifitas menonton sinetron tersebut. Mengajak masyarakat untuk melakukan ”Diet Sinetron”. Seperti halnya yang sempat dilakukan oleh teman-teman mahasiswa kita dari Diponegoro Media Watch (DMW)-HMJ Ilmu Komunikasi FISIP Undip. Mereka mengusung tema ”Diet Sinetron”. Mengajak masyarakat sekitar Universitas Diponegoro semakin sadar tentang banyaknya mudlorot dari sinetron.


Memang sudah saatnya masyarakat kita diajak untuk lebih ”melek” terhadap media. Agar tak lagi dibohongi oleh unsur kapitalis yang berperan dibalik produksi-produksi tayangan televisi. Sudah sanggup untuk lakukan ”Diet Sinetron”?

6 komentar:

  1. Setuju.. terus kampayekan !

    BalasHapus
  2. yuk paksoleh, bareng-bareng kita kampanye bareng temen2 DMW. :)

    BalasHapus
  3. aku si okz ^_^10 Jan 2010, 20.32.00

    ini pendapatku...aku jg ga pernah nil ntn sinetron,,malah baru ngerti ada judul2 seperti it,hehehe...
    cz seperti yg sudah2 dan udh image dri dulu klo sinetron itu "kebanyakan" bertele2...cerita ga jauh dari perebutan kekuasaan,cinta,harta,dan tahta (walopun yg kedua itu tuh bumbu penyedapnya,hehehehe) tp yo sulit nemuin sinetron yg nggambari kesederhanaan n mengandung konsep motivasi kya sinema keluarga dulu yg judul nya keluarga cemara ato 1 kakak 7 ponakan...(klo menurutku,,,ceritanya deket sama keseharian) entah untuk saat ini keseharian org kebanyakan itu seperti apa (jgn2 sudah mulai bergeser krena pengaruh sinetron,,,atau bahkan hampir mirip dengan jalan cerita di sinetron) :P
    pendapat diatas itu menurutku lho yaaaa hehe

    semangat... ^_^

    BalasHapus
  4. sinetron, ato telenopelaa.. apalah itu.. sebenernya bisa masuk hiuran yang paling mura buat masyarakt sekarang yang makin sulit ekonominya. huhuhu.. tapi bukan berarti demi pasar jd g berkualitas yaaa..

    DMW aye!
    hehehe.. mkasih buat kebersamaannya selama ini. kuatkan stakeholder yang uda terjalin. keep growth. loph u pull folks!
    smangad n smagkaaa..!!! ^-^

    BalasHapus
  5. masalahnya tayangan macam ini disukai oleh sebagian besar penonton kita...
    dan pihak televisi pun gag mungkin amu merubah isi sinetron yang mereka buat karena tayangan ini memang menguntungkan mereka..

    aq rasa sulit untuk merubah pola tayang semacam ini...

    BalasHapus
  6. wa...sinetron...semakin aneh tapi kok semakin disuka ya...
    saya sudah diet sinetron lho nilna....^^

    BalasHapus